Terapi Lintah

Mereka merayap, menggigit, dan menyedot darah --- namun, mereka menyelamatkan banyak kehidupan.

Bagi sebagian besar orang akan merasa jijik ketika melihat lintah, namun dibalik bentuknya yang menjijikkan ternyata lintah bisa membantu orang-orang menjadi lebih baik. Alat terapi alami kuno ini kembali menemukan tempatnya di tengah-tengah modernisasi medis. Lintah-lintah ini membantu para dokter untuk melakukan berbagai hal dari penyambungan jari sampai kelainan sirkulasi darah.

Lintah yang ditemukan di hampir semua tempat di dunia, tinggal di air yang sejuk, sebenarnya telah lama digunakan sebagai alat medis. 5000 tahun yang lalu, dunia medis Mesir telah mempercayai bahwa menyedot darah pasien dengan menggunakan lintah bisa membantu menyembuhkan berbagai macam penyakit mulai dari demam sampai masuk angin. Dan di Eropa tengah, lintah juga sudah banyak dipakai untuk melakukan terapi medis.


Namun pada abad ke-20, kebanyakan dokter beralih dari penggunaan lintah, yang suka makan segala macam binatang mulai dari katak sampai buaya. Sedikit dari mereka yang melihat lintah sangat penting dalam proses bedah, dengan membantu mengalirkan darah ke jaringan yang rusak. Hal ini bisa terjadi, ketika lintah menggigit pasien, saliva-nya yang unik tersebut akan meningkatkan aliran darah dan mencegah penggumpalan darah. Sehingga ketika digigit, pasien akan mengalami pendarahan selama beberapa jam, membuat darah segar yang penuh oksigen akan masuk ke dalam jaringan yang luka sampai pembuluh-pembuluh baru akan tumbuh dan sirkulasi lancar.

Lintah sangat berharga dalam pembedahan mikro ketika harus berhadapan dengan penyambungan pembuluh-pembuluh kecil. Telinga memiliki pembuluh seperti itu, sehingga pada masa lalu tidak ada yang bisa untuk menyambung teling yang putus. Pada tahun 1985, seorang dokter di Harvard kesulitan untuk menyambung telinga seorang anak umur 5 tahun; pembuluh darahnya selalu menggumpal. Dia memutuskan untuk menggunakan lintah dan telinga itu bisa disambungkan kembali. Hal ini membuat lintah semakin diakui di dunia kedokteran modern. Sejak saat itu, lintah telah menyelamatkan banyak kehidupan dan organ-organ yang putus, mengurangi pendarahan pasca operasi pencangkokan jari tangan, jari kaki, telinga dan kulit kepala; transplantasi organ; opeasi bedah kulit, dan operasi payudara.

Roy Sawyer, seorang peneliti AS, sangat getol mengampanyekan penggunaan lintah untuk dunia medis. Beberapa dekade yang lalu, dia mulai mengenal manfaat penting dari terapi lintah dan mendirikan perusahaan lintah modern yang pertama di dunia. Sekarang, perusahaan tersebut, yang bernama Biopharm Leeches dan berbasis di Britain, menyediakan ribuan lintah setiap tahunnya ke rumah sakit di banyak negara. 2 spesies yang biasa digunakan untuk terapi lintah bisa bertahan sampai 10 hari.

Lintah juga memiliki sisi negatif dalam dunia medis. Kadang-kadang, dia tergelincir dan menempel pada titik yang tidak tepat. Selain itu, beberapa pasien tidak tahan dan munth jika lintah menempel pada tubuhnya.  Sehingga beberapa ilmuwan mengembangkan sebuah alat "lintah mekanik" yang memiliki kemiripan fungsi dengan lintah.

"Pada kasus penggunaan lintah dalam medis, kami pikir bisa memperbaiki fungsi alami dari lintah," kata Nadine Conor, peneliti Universitas Wisconsin di Madison, AS yang pada tahun 2001 mengembangkan "lintah mekanik". Alat ini, yang kelihatan seperti botol kecil dengan mulut penyedot, menyalurkan obat anti penggumpal darah pada jaringan yang rusak dan menyedot darah sesuai kebutuhan. Tidak seperti lintah alami, alat mekanik ini dapat menyedot darah berdasarkan ukuran yang tepat menurut dokter (lintah alami akan jatuh jika merasa sudah kenyang).

"Mungkin kelebihan utama dari alat ini adalah bukan lintah," kata Connor. "Kebanyakan orang tidak ingin binatang menjijikkan itu menempel pada tubuhnya. Hal itu bisa membuat stress pasien dan keluarganya yang bisa tambah menyulitkan situasi."

Sedangkan praktisi kesehatan lainnya, masih tetap yakin pada lintah alami. Lintah, seperti kata mereka, nyaris sempurna sebagai alat bantuk pembedahan.

Sumber: PBS

No comments:

Post a Comment